Presiden Prabowo Punya Kapasitas Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen
Presiden Prabowo Subianto dinilai memiliki kapasitas untuk membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen jika memang memiliki kemauan. Hal ini diungkapkan oleh Pegiat Media Sosial Denny Siregar sebagai tanggapan atas penolakan kenaikan PPN tersebut.
Potensi Pembatalan Kenaikan PPN
Denny Siregar menyoroti kenyataan bahwa Prabowo Subianto berasal dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus, yang merupakan koalisi partai terbesar. Menurutnya, jika Presiden dan Koalisi KIM plus bersedia untuk membatalkan kenaikan PPN, hal tersebut dapat dilakukan dengan relatif mudah.
“Seandainya Presiden dan koalisi KIM plus di Senayan, mau batalkan PPN 12 persen, pasti langsung batal,” ujar Denny.
Menyikapi hal tersebut, saat ini belum terlihat adanya upaya untuk membatalkan kenaikan PPN tersebut. Para pejabat justru cenderung saling menyalahkan dan tidak segera mengambil tindakan.
“Eh bukannya gercep batalin, malah main salah-sudahan siapa dulu yang ngajuin PPN,” tambahnya.
Pemerintah telah secara resmi menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa penetapan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Fasilitas Pembebasan PPN
Meskipun demikian, pemerintah tetap akan memberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN untuk barang dan jasa yang bersifat strategis. Meski tidak dijelaskan secara rinci mengenai barang dan jasa apa saja yang termasuk dalam kategori tersebut.
Akankah Kenaikan PPN Dibatalkan?
Masih menjadi pertanyaan apakah Presiden Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus akan mengambil langkah untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen. Dengan adanya potensi kapasitas yang dimiliki oleh Presiden, hal ini menjadi sorotan penting dalam kebijakan perpajakan yang akan datang.
Dengan berbagai pandangan dan opini yang berkembang, masyarakat pun diharapkan dapat terus mengikuti perkembangan terkait kebijakan perpajakan ini.
Kesimpulan
Seiring dengan penetapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, harapan dan ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan perpajakan ke depan menjadi semakin penting. Dengan adanya potensi pembatalan kenaikan PPN yang dikemukakan oleh Pegiat Media Sosial Denny Siregar, hal ini menambah kompleksitas dalam dinamika kebijakan perpajakan di Indonesia.
Perlu adanya dialog dan komunikasi yang lebih terbuka antara pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi isu-isu perpajakan yang muncul. Semoga kebijakan yang diambil selalu mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara luas.